Oleh Sinyo Setiabudi | ||
Saya tak habis pikir, entah kenapa sepak bola indentik dengan ribut-ribut alias kerusuhan. Tidak hanya di Indonesia, yang menurut saya justru tak jadi berita jika tak ada kerusuhan, tapi juga di luar sana. Liga Primer Inggris, La Liga Spanyol, Bundesliga Jerman, Eridivisie Belanda juga Ligue 1 Prancis tak luput dari yang namanya berantem antar penonton. Terakhir seorang polisi Italia berusia 38 tahun, Filippo Raciti, tewas pada kerusuhan pertandingan Seri A Italia derby Sisiia antara Palermo dan Catania. Raciti, kata koran-koran Italia sana, tewas terkena lemparan bom molotov. Hasil otopsi menunjukkan Raciti juga mengalami kerusakan pada bagian hati akibat lemparan batu dan pukulan benda tumpul. Tragis? Pasti. Lha wong yang main di lapangan kok yang tewas di luar lapangan. Sebenarnya lucu juga memikirkan apa penyebab para penonton berkelahi. Padahal yang wara-wiri, yang berebut bola, yang tendang-tendangan, yang slaiding-sladingan, yang sikut-sikutan justru 20 pemain yang di lapangan. Dua lainnya, alias kiper, lebih banyak ngendon di bawah gawang. Okelah. Tapi tentunya akan lebih lucu lagi kalau pertandingan sepak bola tidak ada penontonnya. Nonton bola di stadion tapi anteng-anteng duduk di bangku tentu juga aneh rasanya. Padahal nikmatnya nonton langsung, ya itu tadi, teriak-teriak. Nah, susahnya kalo udah kelewatan fanatis dan kelewatan teriak-teriak. Bututnya ejek-ejekan, jelek-jeleke, timpuk-timpukan, gontok-gontokan. Halah, cape deh!!! Jadi gimana dong? Saya sih lebih memilih duduk di sofa, ditemani secangkir kopi panas, singkong goreng dan–kalo mau–teriak-teriak di depan televisi sepuasnya. |
Selasa, 25 Desember 2007
Rusuh Kisruh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar